Friday, September 17, 2010

Day 29 : Gue, Dewasa, dan Teh.

Karena, gue merasa ketika hidup gue mengalami pergeseran sikap, tingkah laku, kebutuhan dan tujuan ke arah ‘pendewasaan’, teh selalu ada dan setia mendampingi gue. Bukan kopi, bukan susu. Teh.

Ketika lewat era kopi di awal-pertengah usia 20, teh menjadi satu-satunya yang menguasai list wajib minum gue. Bahkan 2 tahun belakangan ini, sejak gue memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi gula pasir dan beralih ke pemanis rendah kalori atau madu, teh tetap terasa luar biasa nikmat disesap saat hangat.

Gue bukan penggila teh, seperti dulu pernah gue alamin ke kopi. Dari dulu, level gue ada di ‘penikmat’. Dan teh, paling nikmat adalah teh hangat tawar dengan aroma melati lembut. The best. Jenis-jenis teh poci, jadi pilihan paling romantis buat gue. Romantis, karena paling enak suasana minum-nya saat hujan, di alam pegunungan. Hahahahaha... sok novelis amat deeeh!

Eh beneran lho. Teh poci itu buat gue adalah jenis dan cara minum teh paling tinggi nilai nikmatnya. Gak tau juga deh kalo cara minum teh lain kaya di jepang. Kaya apa jenis nikmatnya. Sejauh ini, jenis teh poci paling enak yang pernah gue cicip itu berasal dari wilayah slawi dan tegal, jawa tengah. Merk-nya macem-macem. Rata-rata semua produksi industri kecil, dan gak banyak ditemuin di Jakarta. Biasanya, dapet sebagai oleh-oleh dari temen atau saudara.

Teh poci, jodohnya dengan gula batu. Di seduh dengan air mendidih dalam ‘tea pot’ yang terbuat dari tanah liat. Makin dekil dan tua teko-nya, makin nikmat hasil seduh tehnya. It’s true. Diminum dalam keadaan hangat, dan segera diminum sampai habis dari cangkir mungilnya yang juga terbuat dari tanah liat. Awasome.

Selain teh poci, gue juga suka teh-teh ‘modern’ atau jenis fusion yang kaya aroma. Named it. Banyak banget jenisnya. Aroma caramel, buah, bunga... wah banyak deh. Jenis yang ini, buat gue mint-tea juaranya. Aroma dan sensasi hangatnya, nikmat diminum terutama kalo lagi flu. Hehehehe... Oiya, gue punya merk favorit untuk teh aroma, Twinings. Dilmah juga enak, tapi Twinings lebih light.

Jenis lain yang gue suka padahal rasanya sedikit pahit, teh hijau. Nah gak tau sugesti atau emang beneran, tiap minum teh hijau ada efek sehat yang terasa. Terutama urusan ‘ke belakang’ jadi lebih lancar. Keringet juga jadi gak asem. Memang klaim dari teh hijau, bisa membantu meluruhkan lemak-lemak jahat dan membersihkan organ pencernaan. Somehow, gue percaya. Karena bisa ngerasain manfaatnya.

Tapi, ada juga jenis teh yang gak pernah jadi pilihan gue. Teh tarik. Mungkin banyak yang suka, tapi buat gue teh tarik gak menarik. Sori-sori-sori jek. Dari rasa, malah lebih enak thai tea, dengan sensasi rasa sereh. Lebih cucoook dengan taste gue.

Gak tau gimana, tapi menurut gue, teh punya kepribadian lebih dewasa dibanding kopi. Lebih ringan (padahal konon cafein-nya sama aja sama kopi) lebih tenang, lebih menyatu dengan alam. Mungkin itulah kenapa tiba-tiba gue merasa, perjalanan gue menuju kedewasaan, selalu didampingi teh yang setia. Mungkin karena bagi gue, teh lebih ‘mature’. Lebih ‘damai’.

Pagi, siang, sore dan malam. It’s been always tea time for me.


3 comments:

  1. teh tarik maaaaaaang sih enak, teh susu soalnya.
    thai tea gak enak, kayak minum kayu putih.
    Teh *lupa namanya* dari Palembang juga enak. Wangi banget.
    Teh twinnings enak tapi kalo beli sendiri mahal haha.
    Teh di warung padang juga biasanya enak.
    Teh paling enak yaaaaaa teh botol

    ReplyDelete
  2. Entah mengapa, gue udah nebak lo bakal nyebut brand itu. HUAHHAUHAUUHUAUHUHAHUAUHaaaa....dasaar!

    ReplyDelete
  3. huahuahuahauhau segitu kebaca-nya yaaaa aku!

    ReplyDelete