Thursday, October 06, 2011

Jogya, it’s nice to see you again... (1)

Bisa dibilang, hampir 2 tahun penuh gue gak liburan beneran. Liburan dalam arti packing, going somewhere dengan itinerary. Setelah ‘hampir’ berangkat liburan ke Singapore dengan beberapa temen deket (terpaksa batal, karena satu dan lain hal), praktis sampai dengan akhir tahun gue gak punya rencana liburan apapun.



Butuh. Terasa banget butuh liburan. Standarnya diturunin deh. Domestik pun tak apa. Sebentar pun tak masalah. I just need a gate away. Really bad. So, setelah hitung-hitung gue putuskan berangkat je Jogya. Kesempatan juga bisa ajak Caca lihat Jogya. Budget jalan-jalan ke Singapore, dialihkan untuk rute Jogya. Malah bisa berangkat ber-3. Lengkap. Hotel juga lumayan, bintang 3 dengan kolam renang, di area Pasar kembang.

Date, set. 3 hari 2 malam, cukuplah untuk city tour Jogya. Mungkin, masih banyak spot-spot luar biasa di Jogya yang gue gak tau. Tapi untuk kali pertama ini, cukuplah berkunjung ke icon-icon pariwisata Jogya. Karena niatnya ‘mulia’, maka wajib masuk deh tuh tujuan-tujuan wisata pendidikan buat bekal wawasan Caca. Setidaknya, pulang ke Jakarta, ada pengetahuan baru yang bisa Caca dapat.

Day1. Sengaja gue pilih penerbangan paling pagi. Harga tiket paling murah, dan punya waktu seharian untuk memulai city tour hari pertama. Penerbangan, terasa ‘awesome’. Untuk gue yang penikmat sensasi take-off, perjalanan 45 menit ke Jogya, ya cukuplah. Langit cerah, biru terang saat kami benar-benar sudah di atas pulau Jawa. Info dari Pilot, pesawat kami terbang melintasi pantura, turun ke Cilacap dan langsung menuju Jogya.

Oiya, ini adalah penerbangan pertama saya sejak 5 tahun lalu yang bener-bener barengan sama Caca. Dulu-dulu, karena sekalian dalam rangka tugas, biasanya kami terbang beda hari dan maskapai. Bukan mau belagu, tapi naik LCC airlines ini, baru kali ke-2 buat gue. Dan karena ada Caca, dia adalah penguasa window side. Gue duduk di tengah. Tapi syukurlah penerbangan kembali ke Jakarta, Caca bersedia ngalah dan duduk di tengah. Gue pun nyengir lebar. 

Just for a simple reason. Gue suka terbang. Suka memandang ke luar jendela. Mengamati birunya langit, dan awan-awan yang mengapung ringan. Norak ya? Biarlah...
Ini juga kali pertama gue masuk terminal 3 Soetta. Norak ya? Biaaaar... selalu ada kali pertama untuk semua hal kan? Wuih, I loooove terminal 3 ini. Kalo kata Caca, serasa bukan di Indonesia. Iya sih, kalo inget terminal 2, iiih joroknya dan kuno banget kan? Terminal 3 sepi. No wonder, kayanya baru LCC ini yang ‘kuat’ bayar sewanya. Padahal, rute domestiknya cuma ke Jogya dan Denpasar. Jadilah terminal ini sunyi dan lengang. Makanya bersih dan gak jorok. Keren lah! *tepok tangan







Mendarat mulus di Adisucipto Int Airport, langsung terasa hiruk pikuk kesibukan bandara. Setidaknya, ada 3 pesawat sekaligus yang penumpangnya turun, dan berlomba-lomba masuk terminal. Wuih, heboh. Berisik. Panas. Tapi untunglah urusan bagasi kami gak perlu tunggu lama. LCC ini memang terkenal efisien urusan beginian. Jelas saja, kan mereka ngejar waktu harus kembali lagi ke tujuan berikutnya.

Keluar dari terminal, langsung menuju counter pemesanan taxi. Sepertinya, semua rute dengan taxi ini kena bandrol sama. Kami yang menuju hotel di area pasar kembang, kena 50.000. ya sudahlah, gak masalah. Yang penting bisa cepet sampe ke hotel. Gak sampai 15 menit dari bandara, kami sukses tiba di hotel Abadi, pasar kembang.

Soal hotel, sudah booked dari agoda. Harga miring beneran. Lumayan lah bedanya, ketimbang book langsung ke pihak hotel. Sayangnya, mungkin karena emang harganya murah, kami dapet kamar di gedung lama yang baru di renovasi. Yeeeeah, what do you expect lah. Mind set bintang lima, harus ditendang jauh-jauh. Apalagi ternyata hotel ini, cuman 10 meter jaraknya dari stasiun Tugu Jogya, alias depan-depanan! So, jadilah suasana stasiun masuk ke dalam kamar kami. Setiap jam akan terdengar petugas KAI memberi informasi kedatangan dan keberangkatan kereta.. sigh... Mari nikmati!

Tiba di hotel, titip tas, gak buang waktu kami langsung loncat ke atas becak. Dengan tawar-menawar ongkos ‘tutup mata’ harga turis, berangkatlah kami menuju Jl. Wijilan. Perut yang keroncongan, paling pas kalo langsung diisi gudeg kan? Seumur-umur beberapa kali ke Jogya, baru kali ini ke jalan Wijilan. Sentra gudeg. Sepanjang jalan, puluhan rumah makan berjejer rapi.





Seperti yang hampir semua orang tau, setiap becak di Jogya itu punya ‘pegangan’. Tanpa diminta, sang abang becak akan mengarahkan becaknya ke rumah makan pegangan mereka. Kali ini, kami makan ‘gudeg bu widodo’. Enak. Enak banget. Ayam-nya lembut, baru mateng. Alhasil perut kenyang, muka nyengir. Caca sampe tambah sayap ayam buat digadoin.





No comments:

Post a Comment