Ehm. Berapa banyak para blogger oportunis yang akan menulis makna hari ibu menurut mereka, hari ini?
Karena dipastikan, gue jadi salah satunya. Ahay! Pertanyaan pertama, kenapa 22 Desember? Kenapa gak di tanggal lain?
Mustinya mah setiap hari ya? Hahahahhaha... Peran ibu, mana bisa cuma dikasi apresiasi 1 hari dalam setahun siiiiiih?
But eniweeei bukan itu esensinya. Ada kalimat yang gue sukaaaaa banget dari jaman pertama kali baca-nya :
"There is no way to be a perfect mother. But theres million ways to be a good one"
Gak ada ibu atau manusia yang sempurna. Pasti banyak kekurangan, kesalahan. Yang membedakan ibu unggul dari ibu-ibu biasa, adalah kemauannya untuk memperbaiki kesalahan. Dan willing untuk terus melimpahkan cintanya, tanpa syarat.
Eeeh. Itu mah menurut gue lho yaaaaa. Yang ga setuju, ya gak papa. Tetep gue kasi kecupan hangat dari jauh.
Lanjut lagi tentang Ibu, menurut gue. Predikat IBU yang Allah anugrahkan kepada seorang wanita, adalah karunia terindah dan termahal yang bisa didapat seorang wanita.
Gue, ibu dari seorang anak perempuan. Kelak dia juga akan menjadi seorang ibu. Adalah tugas gue saat ini, menciptakan sebuah citra penuh cinta seorang ibu, ke anak gue. Dengan harapan, kelak dia akan menjadi seorang ibu yang luar biasa untuk orang-orang yang mencintai dan dia cintai.
Karena itulah yang gue pelajari dari nyokap gue. Karena gue, pengen bisa sehebat dia. Pengen bisa setulus dia. Pengen penuh cinta, seperti dia.
Sebagai ibu, gue masih jauuuuh dari level ideal. Gue masi punya sangat banyak kekurangan. Belom berhasil membagi waktu dengan baik. Belom maksimal memberi yang terbaik untuk keluarga. Masi suka marah-marah gak sabaran. Masi egois dan mentingin keinginan hati sendiri.
Ke depan, kepengan jadi Ibu yang lebih baik. Bismillah....
Sent from my iPhone
Sunday, December 22, 2013
Monday, December 09, 2013
WHERE ARE YOU.....
-->
I
love to be in the midst of the action. I love to close my office door and enjoy
quiet times. I'm really in between.
I
value empathy, harmony and forgiving. I value logic, justice and fairness. I'm
really in between.
I
desire to be appreciated. I desire achievement and accomplishment. I'm really
in between.
I
believe feelings are valid only if they are logical. I believe any feeling is
valid, whether it makes sense or not. I'm really in between.
I
am often contented. I am often restless. I'm really in between.
I
sympathize with people and would tell a white lie to avoid hurting their
feelings. I tend to be unbiased and direct when I analyze people's problems,
even if this might hurt their sensitivities. I'm really in between.
I
like to pick up new skills. I get bored easily after mastering skills. I like
to use and refine existing skills. I'm really in between.
Work
first, play later. Enjoy now, finish the job later. I'm really in between.
I
value imagination and innovation. I value realism and common sense. I'm really
in between.
I
truly enjoy living in the present moment. I like to make a sacrifice in the
present when I can see that it will improve things in the future. I'm really in
between.
I
am planned and structured. I am spontaneous and vague. I'm really in between.
I
think first, then act. I act first, then think. I'm really in between.


Thursday, December 05, 2013
You're not born to be a judge.
Here’s the thing. Gue lagi PMS nih. dengan segala
ribet-nya, tiba-tiba pingin banget nulis sesuatu yang random. Itu, yang ada di
judul atas.
Gini. I’ve learned my lesson in life. SO MUCH. Salah
satu-nya tentang bagaimana gue sering banget miss-judged. Ketika
menyangkut orang lain. Terkadang, ada orang-orang tertentu yang memang hadir di
hidup lo sebagai pembawa ‘lesson’-nya.
Dan kadang, kesalahan ini berulang. Lagi dan lagi.
Yang paling sering terjadi adalah, ketika tanpa sadar gue sedang ‘menghakimi’
seseorang karena ‘wujud fisik’nya. Atau apapun yang orang itu perbuat berdasar
dengan apa yang gue lihat, dengar dan rasakan.
Tapi kemudian gue sedikit-sedikit paham ilmu-nya. Bahwa
kita bukan lahir untuk menjadi seorang hakim yang punya hak melabeli seseorang.
WHY? Karena kita gak membawa fitrah ‘adil’ sejak lahir. Kita gak punya hak
bawaan, untuk bisa memutuskan sebuah ‘label’ untuk orang lain.
Misal : gue akan langsung hilang respect dengan
mereka yang ternyata terbukti berbuat selingkuh. Happened in my office. Yang
tadinya temen, sekarang gue anggep sampah.
Misal : mereka yang meng-agungkan kecantikan fisik,
maka akan gue jatuhi label ‘shallow’ alias otak cetek. Happened in my closest
family relations.
BUT, WHO AM I ANYWAY?
Belom tentu gue lebih baik dari mereka yang terbukti
berselingkuh. Belum tentu gue lebih ‘dalem’ dari mereka-mereka yang doyan
banget bicara ‘iiih cantiik, iiih ganteng’.
See? Itu bottom line-nya. Kenapa harus sok ‘lebih
baik’. Padahal hidup gue juga masih berantakan. Masih penuh bolong sana-sini.
Iiiiiish. Malu deeeh.
Subscribe to:
Posts (Atom)