Tuesday, January 13, 2015

Warisan Bapak

Saat sholat, sering kali teringat dan terbayang wajah almarhum bapak. Lalu tiba-tiba ingin menulis ini, sebagai cara ku mengenang bapak tercinta.

Dulu, jaman aku masih akhir SD atau SMP (usia puber ABG) aku pernah merasa sangat sebel sama bapak. Karena kondisi saat itu bapak lebih sering 'tidak kerja', walaupun aku tahu dia punya beberapa rintisan usaha bersama sahabat-sahabatnya. Tapi Allah belum berkehendak usaha-usaha bapak berhasil atau sukses. Lebih banyak yang gagal.

Biaya hidup kami sekeluarga, sepenuhnya di tanggung mama-ku yang adalah karyawan menengah di BRI pusat. Menengah, karena mama-ku hanya lulusan SMA dan tidak punya peluang menapaki jenjang karir kepangkatan di BRI. Sampai dengan pensiun, pangkat mama-ku adalah 2D. Tapi Alhamdulillah sempat diangkat sebagai sekretaris kepala divisi dan mendapatkan tunjangan cukup besar sehingga bisa menabung untuk bayar biaya kuliah ku di D3 Fisip UI.

Kembali ke cerita soal bapak.... Aku sebeeel sekali melihat bapak lebih sering ada di rumah. Aku jadi ga bisa ngajak temen datang main ke rumah. Karena malu, kalau sampai nanti temen ku tanya : kok bapak lo gak kerja Ndah?

Aku iri lihat temen-temen yang saat aku SMP itu, sudah banyak yang diantar motor atau mobil oleh ayah mereka ke sekolah. Sementara kami, lebih sering harus irit ongkos dengan jalan kaki dari rumah sampai ke jl. Raya Bogor (biasanya naik ojek) lalu nyambung naik mikrolet sampai ke sekolah di kramat jati.

Aku sebel lihat bapak, kok cuman belajar agama aja kerjanya. Ngaji, baca buku agama, pengajian. Aku sebel sama bapak, galak dan pemarah kalau aku dan adek lalai ibadah. Yang namanya sholat subuh dan maghrib itu wajib berjamaah di rumah. Kalau sampai dengan maghrib aku belom ada di rumah----wah, tamat deh. Pasti kena amukan marah, apapun alasannya.


Aku sebel sama bapak, karena menurut orang-orang di sekitar kami, bapak itu fanatik agama. Garis keras dan jadi banyak orang yang tidak suka. Tapi biarpun banyak yang tidak suka, lucunya bapak punya banyak sekali sahabat yang sayang pada bapak... Ini baru aku sadari ketika bapak mulai sakit dan sering bolak-balik dirawat di RS. Ada saja sahabatnya dari majelis pengajian PERSIS depok atau cimanggis yang datang menengok bapak.

Sekarang, aku hanya bisa menangis mengingat bapak. Betapa tak ada warisan materi yang dia tinggalkan untuk kami anak-anaknya. Hanya puluhan buku tebal, berisi ilmu agama yang dia titipkan kepada kami. Dan tentunya, ilmu-ilmu agama yang sudah bapak ajarkan kepada kami. Dia juga menularkan banyak sekali sikap keras dan kemantapan iman sebagai teladan bagi kami.

Sejak belasan tahun lalu, bapak sudah berteriak marah kalau lihat kami minum sambil berdiri atau dengan tangan kiri. Bapak juga paling anti ikut acara perayaan yang tidak ada dalam ajaran agama. Keluarga kami gak pernah ikut arisan atau sejenisnya. Kalaupun datang ke acara, hanya untuk silaturahimnya. Datang ke undangan perayaan ulang tahun temen, susaaaah banget dapet ijinnya.

Saat bapak meninggal, kami kerjakan wasiat-nya. Pengurusan jenazah tanpa tabur bunga. Tanpa ada tahlilan. Bahkan tanpa batu nisan dengan tulisan nama di kuburnya. Cukup batu besar sebagai tanda.

Itulah bapak ku. Miskin materi. Kaya hati dengan ilmu. Sepanjang hidupnya, Allah tidak pilih bapak-ku untuk melihat langsung tanah suci. Maka dalam doa-ku kini, aku selalu memohon agar kelak Allah mengizinkan bapak ku duduk berdekatan dengan sahabat-sahabat dan Rasulullah yang sangat bapak ku cintai sampai dia meneteskan air mata tiap kali bercerita kepada kami tentang siroh nabawi...

Betapa aku bersyukur dengan warisan mu, pak. Betapa beruntungnya aku dan adek, pernah memiliki bapak di sisi kami.

Peluk rindu teramat sangat... Semoga Allah kelak mempertemukan kita lagi dalam jannah-nya. Akan ku kirim doa selalu untuk mu, moga lapang dan terang kubur mu. I love you, bapak....


Sent from my iPhone

No comments:

Post a Comment